Follow Us Email Facebook Google LinkedIn Twitter

Kenapa Harus Komite Sekolah ?

Selasa, 16/09/2014 09:27:18

Said Suhil Achmad

Dosen FKIP Universitas Riau)

(Penyakit yang paling sulit disembuhkan adalah orang yang tak mau berubah)

Lama sudah berkibar bahwa ada tiga penanggung jawab pelaksanaan pendidikan di Sekolah, yaitu pemerintah, masyarakat dan orang tua. Tetapi selama itu pula (berapa lama ya?) Pengaruh pemerintah (pusat) lebih dominan dalam mementukan arah pendidikan di sekolah. Semuanya diatur oleh pusat (pemerintah), sehingga sekolah menjadi lembaga pemerintah bukan lembaga pendidikan.

Di dunia pendidikan dikenal dua paham pendidikan, yaitu liberalisme dan kominisme. Kedua pahan ini sama ektremnya. Satu pihak Liberalisme menekankan kebebasan tak terbatas, sementara Kominisme menekankan pada keterikatan yang kuat. Liberalisme memberikan kebebasan kepada masyakarat sepenuhhnya mengatur pendidikan, sementara Kominisme mendudukkan pemerintah sebabagai pelaku utama di sekolah, sementara Indonesia mengaku punya pahan sendiri, yaitu paham Pancasila, yang sampai saat ini tak satu pun negara lain mengakui adanya paham ini, artinya tak ada pengikutnya di dunia ini. ertas ini bukan mencari mana yang salah, tapi untuk mencari jalan keluar.

Sewaktu saya (belajar) berkunjung ke Canada, bulan September 2002 lalu. Ada suatu pelajaran yang menarik. Ternyata negara ini menjadi kiblat perbaikan paham pendidikan. Dari 147 negara di dunia, dengan berbagai indikator pendidikkan, maka negara ini termasuk yang terbaik, tentu satu diantaranya adalah peran pemerintah dan masyarakat dalam pendidikan Di negeri ini juga, tempat studi negara Rusia (almarhum Uni Soviet) dan Malaysia, yang belajar khusus pada aspek sekolah kejuruan.

Kalau Amerika Syarikat mengacu pada paham Liberalisme, yang memberikan kebebasan pada masyarakat untuk menentukan sendiri warna pendidikandi sekolah mereka, sementara Uni Soviet dengan paham Kominisme terlalu membuat kaki pemerintah ada di sekolah, sehingga masyarakat hanya sebagai objek. Sementara Canada, mengambil jalan tengah, yaitu membangun paham baru, yaitu paham Balance (hanya istilah penulis). Paham ini adalah paham yang demokrasi dalam penyelenggaraan pendidikan, di mana kedua belah pihak melakukan pembagian tugas yang saling menguntungkan.

            Sayangnya, di Canada sendiri tidak mengenal istilah School Based Managment, seperti Tahu Sumedang tidak ada di Sumedang, cuma orang saja yang menamakannya demikian. Tak usahlah ini dipermasalahkan. Soalnya di negeri kita sejak digulirkan UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang berlaku 1 Januari 2001, wacana desentralisasi pemerintahan ramai dikaji. Pendidikan termasuk bidang yang didesentralisasikan ke pemerintah kota/kabupaten. Melalui desentralisasi pendidikan diharapkan permasalahan pokok pendidikan yaitu masalah mutu, pemerataan, relevansi, efisiensi dan manajemen, dapat terpecahkan. Cukupkah desentralisasi pendidikan pada tingkat pemerintah kota/kabupaten? Pengalaman berbagai negara menunjukkan bahwa desentralisasi pendidikan tidak cukup hanya pada tingkat kota/kabupaten. Desentralisasi pendidikan untuk mencapai otonomi pendidikan yang sesungguhnya harus sampai pada tingkat sekolah secara individual.

            Mengapa perlu desentralisasi pendidikan? Menurut Nurhholis, berbagai studi tentang desentalisasi menunjukkan bahwa pekerjaan yang bersifat kompleks, dikerjakan dalam tim, mengandung unsur ketidakpastian, dan berada dalam lingkungan yang cepat berubah tidak bisa dikelola secara sentralistik. Pendidikan dan secara khusus lagi sekolah yang selama ini dikelola secara sentralistik justru menimbulkan banyak masalah. Maka sekolah yang memiliki karakteristik seperti itu harus didesentralisasikan. Salah satu model desentralisasi pendidikan adalah Manajemen Berbasis Sekolah (School Based Management).

            Banyak pakar dan pemerhati pendidikan menyumbangkan pikirannya untuk mengkaji model MBS yang cocok dengan kondisi negeri ini. Namun jarang sekali yang menyinggung masalah isi (content) yang tak lain merupakan hakikat desentralisasi itu sendiri. Hakikat desentralisasi pendidikan adalah “apa dan kepada siapa” (what and to whom) dan bukan aturan-aturannya (regulation).

            Reformasi pendidikan di banyak negara dimulai pada dekade 1980-an. Banyak sekolah di Amerika Serikat, Kanada dan Australia yang berhasil menerapkan desentralisasi pendidikan dengan model MBS. Malalui MBS sekolah memiliki kewenangan dalam pengambilan keputusan yang terkait langsung dengan kebutuhan-kebutuhan sekolah.

            Dengan MBS unsur pokok sekolah (constituent) memegang kontrol yang lebih besar pada setiap kejadian di sekolah. Unsur pokok sekolah inilah yang kemudian menjadi lembaga non-struktural yang disebut dewan sekolah yang anggotanya terdiri dari guru, kepala sekolah, administrator, orang tua, anggota masyarakat dan murid.

            Ide dasar MBS adalah memberikan kewenangan penuh kepada sekolah untuk melakukan perbaikan pendidikan yang dibutuhkan melalui program manajemen berbasis sekolah (MBS). Kehadiran MBS bukan sekadar untuk memperbaiki mutu pendidikan, tetapi terkandung pula usaha pemberdayaan sekolah dan masyarakat untuk peduli pada pendidikan secara umum.

            Menurut Wohlstetter dan Mohrman (dalam Nurholis, 1993) terdapat empat sumber daya yang harus didesentralisasikan yaitu power/authority, knowledge, information dan reward. Pertama, kekuasaan/kewenangan (power/authority) harus didesentralisasikan ke sekolah-sekolah secara langsung yaitu melalui dewan sekolah. Sedikitnya terhadap tiga bidang penting yaitu budget, personnel dan curriculum. Termasuk dalam kewenangan ini adalah menyangkut pengangkatan dan pemperhentian kepala sekolah, guru dan staff sekolah.

            Kedua, pengetahuan (knowledge) juga harus didesentralisasikan sehingga sumberdaya manusia di sekolah mampu memberikan kontribusi yang berarti bagi kinerja sekolah. Pengetahuan yang perlu didesentralisasikan meliputi : keterampilan yang terkait dengan pekerjaan secara langsung (job skills), keterampilan kelompok (teamwork skills) dan pengetahuan keorganisasian (organizational knowledge). Keterampilan kelompok diantaranya adalah pemecahan masalah, pengambilan keputusan dan keterampilan berkomunikasi. Termasuk dalam pengetahuan keorganisasian adalah pemahaman lingkungan dan strategi merespon perubahan.

            Ketiga, hakikat lain yang harus didensentralisasikan adalah informasi (information). Pada model sentralistik informasi hanya dimiliki para pimpinan puncak, maka pada model MBS harus didistribusikan ke seluruh constituent sekolah bahkan ke seluruh stakeholder. Apa yang perlu disebarluaskan? Antara lain berupa visi, misi, strategi, sasaran dan tujuan sekolah, keuangan dan struktur biaya, isu-isu sekitar sekolah, kinerja sekolah dan para pelanggannya. Penyebaran informasi bisa secara vertikal dan horizontal baik dengan cara tatap muka maupun tulisan.

            Keempat, pengaharhaan (reward) adalah hal penting lainnya yang harus didesentralisasikan. Penghargaan bisa berupa fisik maupun non-fisik yang semuanya didasarkan atas prestasi kerja. Penghargaan fisik bisa berupa pemberian hadiah seperti uang. Penghargaan non-fisik berupa kenaikan pangkat, melanjutkan pendidikan, mengikuti seminar atau konferensi dan penataran.

            Dengan mendesentralisasikan empat bidang tersebut diharapkan tujuan utama MBS akan tercapai. Tujuan utama MBS tak lain adalah meningkatkan kinerja sekolah dan terutama meningkatkan kinerja belajar siswa menjadi lebih baik. Karena disesuikan dengan kebutuhan peserta didik, bukan sekolah justru membuat anak didik menjadi itik.

            Melalui Proyek Peningkakatan Mutu Pendidikan Dasar di Indonesia tahun 2001 pihak Bank Dunia menyepakati program peningkatan mutu gedung pendidikan SD/MI melalui rehabilitasi yang mengutamakan peran masyarakat dan sekolah melalui lembaga Komite Sekolah, Cara ini adalah sebagai usaha memberdayakan masyarakat dalam ikut bertanggung jawab langsung dalam pemecahan masalah pendidikan di daerahnya masing-masing.

            Komite sekolah adalah suatu lembaga swadaya masyarakat yang tergolong baru,

maka untuk menyamakan pengetahuan dan keterampilan dalam gerak dan langkah komite sekolah di lapangan perlu memberikan bekal kepada pihak yang terkait melalui suatu pelatihan atau membinaan yang terarah dan berkesinambungan agar pelaksanaan sesuai sesuai dengaan sasaran, waktu dan dana yang tepat.

            Dengan menggunakan istilah Malaysia, bagaimana membuat orang celik komite? Jawabnya adalah waktu, kemauan politik dan ekonomi. Waktu akan diselesaikan dengan sosialisasi berkesinambungan. Kemauan politik harus diselesaikan dengan tirani besi kekuasan pemerintah, kemauan ekonomi adalah keterbukaan masjid atau dengan kata lain kurangi atau hapuskan korupsi?

            Uraian di atas, mengantarkan kita pada beberapa pertanayaan. Apa itu komite sekolah? Bagaimana memasyarakatkannya? Kita harus merubah apa?

 

            Di Canada, Menteri Pendidikan berkedudukan di Propinsi, dipilih bersamaan dengan pemilihan Perdana Menteri. Dalam waktu bersamaan dilakukan pemilihan Dewan Sekolah (School Board) pada tingkat Kabupaten, yang terdiri atas lima anggota masyarakat (mewakili partai tertentu),

            Seterusnnya Dewan sekolah menunjuk Superintendent sebagai pelaksana tugas penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Superintendent yang akan mengangkat kepala sekolah dan guru. Kepala sekolah dipilih melalui semacam pemilihan umum. Sedangkan guru – walaupun diangkat oleh Dewan sekolah tetapi kepala sekolah diberikan kepercayaan untuk memberikan rekumendasi kelayakan gusu.

            Di Canada, jelas tidak ada dinas pendidikan propinsi dan kabupaten, sedang di tingkat sekolah ada PAC (Parent Advisory Council/ Persatuan Orang tua siswa), dan di sekolah ada pula Team Planning, yaitu semacam komite sekolah – yang anggotanya lima orang terdiri atas satu kepala sekolah, satu guru dan tiga orang tua siswa, yang bertugas menyusun program kerja sekolah, temasuk tentunya RAPBS.

            Bagaimana pula dengan Komite Sekolah di Negeri kita?.Melalui Proyek Peningkakatan Mutu Pendidikan Dasar Propinsi Riau tahun 2001 pihak Bank Dunia menyepakati program peningkatan mutu gedung pendidikan SD/MI melalui rehabilitasi yang mengutamakan peran masyarakat dan sekolah melalui lembaga Komite Sekolah, Cara ini adalah sebagai usaha memberdayakan masyarakat dalam ikut bertanggung jawab langsung dalam pemecahan masalah pendidikan di daerahnya masing-masing. Bukan hanya untuk itu Komite sekolah dikenalkan juga melalui Program Jaringan Pengaman Sosial (JPS).

            Komite sekolah adalah gabungan peran komite sekolah JPS, organisasi orang tua Siswa dan BP3. Tujuannya adalah membantu kelancaran penyelenggaraan pendidikan nasional. Konsep ini telah pun dikukuhkan dengan Surat Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 044/U/2002, tanggal 2 April 2002, tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, Tata hubungan antara Komite Sekolah dengan satuan pendidikan, Dewan Pendidikan, dan institusi lain yang bertanggungjawab dalam pengelolaan pendidikan dengan Komite-Komite Sekolah pada satuan pendidikan lain bersifat koordinatif.

            Dalam uraian keputusan itu dikatakan, bahwa dalam Pembentukan Komite Sekolah, kepala satuan pendidikan dapat berkonsultasi dengan Pemerintah Kabupaten/Kota. Pembentukan Komite Sekolah dapat diatur melalui Peraturan Daerah yang berkaitan dengan pengelolaan pendidikan di kabupaten/kota. Pembentukan Komite Sekolah dapat difasilitasi oleh Sekretariat Tim Pengembangan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, dengan alamat Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Gedung E Lantai 5, Jalan Jenderal Sudirman Senayan, Jakarta, telpon (021) 5725613, 5725608, fax (021) 5725608, website www.depdiknas.go.id email: dpkp 2002@yahoo.com.

            Isi keputusan lengkap tentang komite sekolah dapat dilihat dalam lampiran.

 

 

            Canada memerlukan 100 tahun untuk memasukkan peran masyarakat yang lebih besar dalam pengelolaan pendidikan. Lalu kita butuh berapa tahun. Pengawas (supervisor) di Canada sudah dihapuskan dalam sistem sekolah, yaitu menggantinya dengan sistem guru inti.

            Di Canada Komite sekolah mendapat biaya dari pemerintah dan masyarakat, karena itu kalau kita mau berhasil keluarkan dana untuk melakukan terobosan sehingga dalam waktu yang tidak lama peran komite sekolah akan tampak.

 

IV . Apa yang harus diubah

            Jawabnya seperti di atas adalah perubahan politik dan ekonomi pendidikan. Kalau di Canada perubahan itu sudah jelas, kalau kita apa? Baru sebatas wacana panjang? Kita tidak perlu fisimis, soalnya di Canada sendiri, masalah peran masyarakat masih diperjuangkan terus. Mereka mengatakan “kami juga belum selesai.

            Jawaban itu, memberikan nafas bagi kita bahwa perubahan harus terus dilakukan. Sebab hakekat pendidikan adalah perubahan dan hakekat hidup juga perubahan. Ciri-ciri manusia hidup adalah perubahan. Berubah adalah suatu kewajiban. Allah tidak mengubah nasib Bengkalis kalau Bengkalis tidak mengubah nasibnya sendiri.

 

 

            Pendidikan adalah tanggung jawab bersama. Komite sekolah adalah jembatan untuk mewujudkannya. Semua pekerjaan kalau dikerjakan bersama akan menjadi ringan. Maka lakukanlah perubahan secara bersama-sama mulai dari sekarang.

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Adningsih, Utami, Kualitas dan Profesionalisme Guru. Internet.

 

  1. Dasar Ilmu Pendidikan.Buku II A, Akta Mengajar V. Jakarta: Dirjen Dikti Depdikbud.

 

  1. . Pedoman Pengelolaan Gugus Sekolah. Jakarta: Depdikbu
  2. Pedoman Pelaksanaan Sistem Pembinaan Profesional Guru Sekolah Dasar Melalui Gugus Sekolah. Jakarta: Depdikbud.

 

Duta Hari Murthi Consultants, PT. (2002). Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta: Duta Hari Murthi Consultants, PT.

 

Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat. (2001). Modul Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung. Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat.

 

Sidi, Indra Jati. (2001). Menuju Masyarakat Belajar: Menggagas Paradigma Baru Pendidikan. Jakarta: Paramida

 

Kakanwil Depdikbud Riau. (1991). Petunjuk Operasional Peningkatan Mutu Pendidikan. Pekanbaru. Kakanwil Depdikbud Riau

 

  1. Hakekat Desenteralisasi Model MBS. Pendidikan Networ: internet.

 

Sinar Grafika. (1991). Undang-Undang Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Sinar Grafika.

 

Saifullah, Ali. (1982). Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan. Suarabaya: Usaha Nasional.

 

Supriadi, Dedi. (1999). Mengangkat Citra dan Martabat Guru. Edisi kedua. Yokyakarta: Mitra Gama Widya

 

Usman, Uzer. (1990). Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rasda Karya.

           

Beberapa sumber yang layak di internet.

 

 

Posting oleh Said Suhil Achmad 10 tahun yang lalu - Dibaca 86595 kali

 
Tag : #

Berikan Komentar Anda

Artikel Pilihan
Bacaan Lainnya
Senin, 15/02/2021 15:16:57
PROFIL KARAKTER SEMANGAT KEBANGSAAN PADA SEKOLAH DASAR UMUM DAN KEAGAMAAN

Abstract: Students are currently experiencing a character crisis which is concerning. Cultivating the character value...

Rabu, 03/02/2021 08:59:00
PENINGKATAN PARTISIPASI ORANGTUA PESERTA DIDIK BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI

Abstract: This study aims to describe (1) the Go Application management process. (2) parental understanding in using...

7 Pilar MBS
MBS portal
2. Manajemen Peserta Didik Berbasis Sekolah
a. Konsep DasarManajemen peserta didik berbasis sekolah adalah pengaturan peserta didik yang meliputi kegiatan merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan, dan mengevaluasi program kegiatan peserta didik di sekolah, dengan berpedoman pada prinsip-prinsip implementasi manajemen berbasis...
Informasi Terbaru
Penelitian
MBS portal
Manajemen Berbasis Sekolah dalam Kerangka Penguatan Otonomi Sekolah
Manajemen Berbasis Sekolah dalam Kerangka Penguatan Otonomi Sekolah   A n s a r Universitas Negeri Gorontalo   Abstrac: School Based Management (SBM) is a gift of freedom (autonomy) to the school to take care of everything related to the operation of the school in order to achieve goals...
Modul dan Pedoman
Video MBS
Modul MBS
Modul Pelatihan Praktik Yang Baik Kelas Awal
Modul Pelatihan Praktik Yang Baik Kelas...
9 tahun yang lalu - dibaca 124696 kali
Contoh Sukses Pelaksanaan MBS
Contoh Sukses Pelaksanaan MBS
11 tahun yang lalu - dibaca 96301 kali
Panduan Advokasi dan Lokakarya Penyusunan Rencana Kegiatan, Anggaran, Supervisi dan Monitoring Program MBS
Panduan Advokasi dan Lokakarya...
11 tahun yang lalu - dibaca 66267 kali
Paket Pelatihan Lanjutan untuk Sekolah dan Masyarakat
Paket Pelatihan Lanjutan untuk Sekolah...
11 tahun yang lalu - dibaca 52490 kali
Peran Serta Masyarakat Dalam Pendidikan
Peran Serta Masyarakat Dalam Pendidikan
9 tahun yang lalu - dibaca 96791 kali
Panduan Pembelajaran Kelas Rangkap
Panduan Pembelajaran Kelas Rangkap
9 tahun yang lalu - dibaca 101714 kali
Asyik Belajar dengan PAKEM : Kelas Awal
Asyik Belajar dengan PAKEM : Kelas Awal
11 tahun yang lalu - dibaca 85019 kali
Asyik Belajar dengan PAKEM : IPS
Asyik Belajar dengan PAKEM : IPS
11 tahun yang lalu - dibaca 103237 kali
Info MBS
3 Inspirasi Manajemen Berbasis Sekolah...
5 tahun yang lalu - dibaca 42638 kali
Mendikbud Tetapkan Empat Pokok...
5 tahun yang lalu - dibaca 50609 kali
PPDB 2019 SMP Sistem Zonasi, Nilai USBN...
6 tahun yang lalu - dibaca 60772 kali
Penghapusan Ujian Nasional Tak Otomatis...
6 tahun yang lalu - dibaca 42689 kali
Tahun Ini, 3.725 SMA/SMK se-Jatim Bebas Biaya Pendidikan  Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul
Tahun Ini, 3.725 SMA/SMK se-Jatim Bebas...
6 tahun yang lalu - dibaca 60256 kali
APBN 2019, Anggaran Pendidikan Rp 492 Triliun, Terbesar untuk Agama
APBN 2019, Anggaran Pendidikan Rp 492...
6 tahun yang lalu - dibaca 40498 kali
Asah Bakat Sejak Dini, Anak Tumbuh Jadi Remaja Hebat
Asah Bakat Sejak Dini, Anak Tumbuh Jadi...
6 tahun yang lalu - dibaca 37630 kali
"Bersiaplah... Pendaftaran SNMPTN...
7 tahun yang lalu - dibaca 122911 kali
Follow Us :
Get it on Google Play

©2013-2024 Manajemen Berbasis Sekolah
MUsage: 3.54 Mb - Loading : 13.59146 seconds